Di tengah upaya ketimpangan pendidikan di Indonesia, kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta justru semakin nyata. Perbedaan mencolok ini tidak hanya terlihat dari sisi biaya, tetapi juga kualitas pendidikan yang diberikan.

Dilema Orang Tua: Gratis Tapi Kurang Berkualitas, atau Mahal Tapi Bermutu?

Banyak orang tua menghadapi dilema besar: menyekolahkan anak ke sekolah negeri yang tidak dipungut biaya namun seringkali dianggap kurang memadai dalam kualitas, atau memilih sekolah swasta yang unggul secara fasilitas dan pengajaran namun menuntut biaya tinggi.

“Kenapa akses pendidikan terasa begitu timpang? Di sekolah negeri tidak bayar, tapi kualitasnya diragukan. Di sisi lain, sekolah swasta berkualitas malah membebani orang tua dengan biaya puluhan juta,” ungkap Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari program Gak Pake Ordal di YouTube pada 29 Juli 2025.

Komersialisasi Pendidikan: Realita atau Konsekuensi?

Fenomena ini memunculkan tren komersialisasi pendidikan. Ketika sekolah negeri tidak mampu memenuhi ekspektasi kualitas, sekolah swasta mengambil peluang untuk menyediakan layanan lebih baik, namun dengan harga tinggi.

Masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya pendidikan sebagai investasi masa depan cenderung memilih institusi yang menjanjikan hasil terbaik, meski harus mengeluarkan biaya besar. “Orang tua sekarang tahu bahwa pendidikan adalah kunci masa depan, jadi mereka rela mengeluarkan uang lebih agar anaknya mendapat pendidikan bermutu,” jelas Ubaid.

Pendidikan Jadi Lahan Bisnis?

Situasi ini turut dimanfaatkan pihak swasta sebagai peluang bisnis. Kurangnya layanan pendidikan publik yang memadai menyebabkan banyak lembaga pendidikan swasta bermunculan dan berkembang pesat.

Ubaid menyebut bahwa di beberapa wilayah seperti Tangerang Selatan, sekolah swasta bisa menutup pendaftaran hanya dalam waktu sebulan, meskipun biaya masuknya mencapai puluhan juta rupiah. “Ini membuktikan, pendidikan benar-benar sudah menjadi komoditas. Ketika negara tidak mampu menghadirkan layanan pendidikan berkualitas secara merata, maka sektor swasta yang mengisi kekosongan itu dengan logika pasar,” tegasnya.

Tantangan Pemerintah: Pendidikan Berkualitas yang Terjangkau

Fenomena ini menyoroti tanggung jawab negara dalam menyediakan pendidikan dasar yang tidak hanya gratis, tetapi juga bermutu. Ketika sekolah negeri kehilangan kepercayaan publik, maka tujuan pendidikan inklusif dan merata menjadi sulit tercapai.

Masyarakat berhak atas pendidikan yang setara tanpa dibebani pilihan yang tidak adil. Negara perlu merevitalisasi kualitas sekolah negeri agar benar-benar menjadi pilihan utama, bukan sekadar alternatif karena keterbatasan biaya.

Penutup

Kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta bukan hanya persoalan pendidikan, tetapi juga isu keadilan sosial. Ketika pendidikan bermutu hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu, maka cita-cita pemerataan pendidikan dan kesetaraan kesempatan menjadi semakin jauh dari kenyataan. Pemerintah, melalui kebijakan yang berpihak dan pengawasan ketat, perlu hadir untuk memastikan bahwa pendidikan bukan hanya hak istimewa bagi yang mampu, melainkan hak dasar setiap anak bangsa.